Senin, 25 Mei 2009

Jerit Fakir

Terang menggelantung di kelopak senja
Terang meninggalkan puing-puing kerinduan
Rindu akan pembaringan
dan selimut hangat
Tapi, di tengah belantara kota
kami dahaga
bermimpi temukan telaga Nabi
Mereguk segelas air yang lebih manis
dari madu

Sebenarnya kami ingin berlama-lama
menikmati bianglala yang memikat
di antara mendung berkabung
Merangkum bunga-bunga harapan
bersemi dari benih kasih Tuhan
Tapi, di tengah belantara kota
kami tersesat
hingga harus menggadaikan sepenggal hidup
hanya untuk sekepal nasi

Menggubah syair-syair tentang kefakiran
lalu berserakan
bersama debu di sekujur jalan
Menadahkan tangan
demi sepotong belas kasihan
Wahai pemilik keabadian
tunjukkan kami jalan pulang
sebelum seluruh nafas terrengut roda zaman

Tidak ada komentar:

 

©2008 Sastra Manusia Biasa | DezembroI by TNB

This template is brought to you by : allblogtools.com Blogger Templates